Selasa, 23 Juni 2015

Hati – hati berkomunikasi di dunia maya



Maraknya  kasus  penghinaan di dunia maya yang berujung ke sel tahanan. Membuat mata kita terbuka, ternyata tidak mudah untuk berkomunikasi di dunia maya. Salah-salah bisa digugat dan dipenjarakan. Artinya, pengguna internet dan media jejaring social lainnya perlu pengetahuan dan pemahaman tentang UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) no 11 tahun 2008. Saya yakin masih banyak masyarakat yang belum membaca ITE apalagi memahaminya. Beberapa orang yang terjerat pasal ITE disebabkan karena ketidak pahamannya tentang undang – undang itu.
Pada kasus penghinaan presiden Jokowi, sepertinya, pelaku  tidak pernah membaca ITE apa lagi paham. Yang dia lakukan hanya iseng . dia hanya memforward saja gambar – gambar yang menurutnya menarik. Atau pada kasus Florence, sebenarnya dia hanya meluapkan kekesalan hatinya melalui app path pribadinya dan naasnya ada yang menyebarkan luapan isi hatinya. Sebenarnya kekecewaan adalah hal yang wajar dan manusiawi bila seseorang merasakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perasaaan dan keinginannnya. Tapi karena luapannya di dunia maya, kemudian ada yang menyoal maka jadilah dia pesakitan. Apakah salah bila seseorang mengungkapkan rasa kecewa di akun pribadinya?
Terakhir. Ada seorang ibu tersandung UU ITE karena dia melampiaskan kekesalannya akibat diberhentikan suaminya dari pekerjaan, akibat seorang wanita. Dan itu dia ekpresikan di dunia maya. Wanita (yang dimaksud) tersebut tidak terima dan mengadukannya, akhirnya tanpa ampun diapun ditahan. Jika sudah begini,  kasihan sekali, dia harus meninggalkan anak-anaknya yang masih butuh bimbingannya.

Pemahaman masyarakat
Melihat kasus dan problema ini, banyak pertanyaan terlintas. Apakah semudah itu seseorang bisa langsung dijebloskan ke penjara? Apakah sudah terpikirkan bahwa pengguna internet di Indonesia sudah paham aturan ITE? Apakah konten ITE itu sudah komprehensif dan tidak multitafsir? Padahal banyak sekali pengguna internet adalah anak di bawah umur, dengan memanipulasi usianya dia membuka akun jejaring social.

Sosialisasi dan implementasi
Sebenarnya, sebelum diimplementasikan UU ITE harus sudah disosialisasikan secara menyeluruh sampai ke pelosok desa dan harus dievaluasi pemahaman masyarakat tentang ITE ini. Sosialisasinya tidak hanya sekedar mengirim UU tersebut ke lembaga formal. Tapi harus ada sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga masyarakat terkecil RT atau RW. Setidaknya jika ini dilakukan pengetahuan masyarakat lebih baik dan mereka akan cermat dalam berinternet.
Implementasi UU di masyarakat harus dievaluasi kebermanfaatannya jangan sampai UU itu hanya berlaku untuk motif tertentu sehingga tidak terkesan dipolitisir ataupun tebang pilih. Kalau kita mau jujur banyak sekali pengguna internet atau jejaring social yang bisa terkena UU ITE ini. Sebagian besar pengguna jejaring social belum tahu dan paham aturan ini. Menghina  orang atau mengolok-olok orang sering kali kita lihat di jejaring social. Apalagi pada saat pemilihan pileg dan pilpres. Mengapa mereka tidak dikenai UU ini? Apakah lembaga terkait siap untuk memperkarakan semuanya yang jumlahnya cukup banyak?

Harapan
UU ITE diterapkan untuk melindungi masyarakat dalam berinteraksi di dunia maya dan bukan sebaliknya. Undang – undang ini sejatinya membuat pengguna aman dan tidak traumatic. Dalam benak saya, mereka yang pernah terkena kasus ini pasti akan traumatis. Mereka menjadi takut berlebihan untuk menggunakan internet akhirnya enggan.
Sebaiknya ketika polisi mendapat laporan atau pengaduan  sebaiknya tidak langsung menangkap yang diadukan tapi harus secara cermat memahami apakah itu penghinaan atau bukan.  Terlebih masyarakat Indonesia memiliki budaya yang heterogen dan pemahaman yang berbeda tentang ‘makna’; bisa jadi menurut suku A pernyataan itu biasa, tapi bagi suku B itu adalah sebaliknya, penghinaan. Malah bila perlu polisi harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan ahli bahasa. Agar tidak ada pihak yang dirugikan dan keadilan hukum bagi masyarakat.
Kecermatan dan kehati-hatian aparat hukum sangat dibutuhkan pada kasus ITE. Sehingga UU ini tidak kontraproduktif dengan tujuan UU itu sendiri, yaitu diantaranya:   membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dankemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin danbertanggung jawab; dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Semoga



1 komentar:

Awey blog mengatakan...

Ass. Mr.Yudi, How are you, I hope you good forever, I am your student now, I would like to introduce me, I am Awey Mulyana as a semester 1 student of S2 in Sultan Ageng Tirtayasa University year 2017, I love your journal and it can help me to be more knowledge that connected with the developing of education. It inspires me. thank