Rabu, 17 Februari 2010

berpikir kritis

Pentingnya Masyarakat Berpikir Kritis



Oleh: Yudi Juniardi

“…the quality of our thinking will depend directly, and solely, on the quality of our thinking.”
De Bono (2000)

Akhir-akhir ini dibeberapa media masa tampak headline dihiasi dengan unjuk rasa mahasiswa, dan kasusnya beragam: kasus bank Century, kasus Korupsi, kasus pilkada, ijazah palsu, pemekaran wilayah, sengketa lahan, dan kasus lainnya yang pada intinya mengkritisi kebijakan yang dianggap ‘tidak benar’

Terlepas benar dan salah demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat, ada beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan: apakah mereka turun ke jalan atau memperjuangkan sesuatu sudah berdasarkan pemikiran yang matang atau hanya solidaritas semata, trend atau bahkan emosional? Sudahkah mereka berpikir kritis? Sekali lagi, Terlepas benar atau tidaknya motif demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat ada satu hal yang harus ditegaskan bahwa mereka perlu memiliki kemampuan berpikir kritis. Artinya Apa yang diperjuangkan berdasarkan proses berpikir yang matang, berdasarkan data dan fakta yang otentik sehingga keputusan yang diambil atau diperjungkan memang benar.

Masyarakat dan Informasi di Era Globalisasi

Di era globalisasi ini akses informasi semakin cepat. Perkembangan teknologi pun berpengaruh terhadap kecepatan dan kuantitas data atau informasi. Masyarakat yang memiliki kemampuan teknologi informasi yang akan mendominasi informasi. Biasanya Negara maju dengan kemampuan IT yang canggih lebih mendominasi akses informasi dan dengan informasi tersebut mereka dapat melakukan hal yang positif seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan hal yang negatif seperti membut stigma negative, propaganda yang menyesatkan, atau menyebarkan informasi yang keliru.

Mirisnya, masyarakat di Negara berkembang biasanya sebagai objek dari informasi bahkan terkesan dijajah oleh informasi. Hal ini terlihat dari perubahan gaya hidup dan berpikir yang kebarat-baratan, atau adanya pergeseran budaya di masyarakat berkembang.


Dengan adanya kesepakatan AFTA yang mulai diberlakukan pada tahun 2003 dan ditambah dengan adanya kesepakatan APEC untuk berbaur dalam perdagangan bebas dunia pada 2020. menurut Ekawahyu Kasih (1999), Kesepakatan-kesepakatan itu tentnya berimplikasi pada tiga dimensi , yaitu: 1) meningkatnya hubungan sosial ekonomi secara global; 2) persaingan sumber daya manusia yang ketat; dan 3) semakin besarnya kemungkinan terjadinya ekploitasi negara yang lebih maju dan lebih siap bersaing terhadap negara-negara yang tidak mampu atau belum siap bersaing.

Melihat tiga poin di atas jelaslah ini sebuah tantangan sekaligus ancaman bagi bangsa Indonesia apabila tidak di tindaklanjuti secara positif dengan melakukan perbaikan-perbaikan khususnya dalam meningatkan SDM yang handal dan berkualitas. Apabila SDM kita tida mampu bersaing dan tidak berkualitas maka kita akan menjadi ‘buruh di rumah sendiri’. Luapan informasi dari luar akan berimplikasi negatif bagi masyarakat atau cenderung provokatif dan agitasi apabila kita tidak memahami dan memiliki informasi yang kuat dan benar. Dampak negatifnya adalah makin masifnya kerusuhan-kerusuhan diberbagai daerah yang hanya disebabkan oleh kesalah pahaman atau ketidak mampuan mengambil keputusan yang benar berdasarkan data, fakta, dan kenyataan yang ada. Bila demikian, maka salah satunya cara untuk mengantisipasi luapan informasi hanyalah penguasaan keterampilan berpikir kritis. Karena dengan penguasaan keterampilan tersebutlah kita mampu menyeleksi mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah serta bisa menentukan sikap apakah yang sesuai untuk menyikapi luapan informasi itu, sehingga keputusan yang diambil lebih objektif dan logis.


Di Negara yang mengagungkan demokrasi ini, masyarakat perlu sekali yang mengedepankan berpikir kritis, bila tidak demikian, maka akan terjadi perselisihan dan kekacauan tanpa ada habisnya bahkan mengarah ke anarkis. Selain itu dibutuhkan juga Masyarakat yang mampu dengan sehat dan cerdas bersikap kritis terhadap lingkungannya tidak akan mudah terpengaruh oleh gelombang ketidakpastian ataupun provokasi dari pihak-pihak yang saling berebut kepentingan. Realitas negara kita hari ini mengindikasikan kecenderungan mudahnya timbul konflik antar individu, kelompok atau golongan, suku, ras, atau bahkan agama yang tersulut hanya karena masalah-masalah sepele. Juga ditambah dengan beberapa kasus besar, salah satunya adalah kasus Bank Century yang tidak kelar-kelar bahkan cenderung bias dan menjalar kemana-mana; ranah hukum, ranah ekonomi, politik, social dan budaya.

Saat ini, dalam kerangka reformasi nasional dalam berbagai segi dan menjaga keutuhan NKRI, keterampilan berpikir kritis menjadi sangat substansial jika kita mempunyai keinginan yang kuat untuk mengatasi akar permasalahan yang tengah kita hadapi dan mencari serta mengembangkan alternatif pemecahan bagi permasalahan tersebut.

Keterampilan berpikir kritis tidak ada dengan sendirinya. keterampilan berpikir kritis harus ditransformasikan secara sadar melalui proses pendidikan. Dengan keterampilan seperti ini, masyarakat akan terbina untuk bersikap selektif dalam menerima dan memahami setiap persoalan serta bersikap lebih berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku.

Berpikir kritis

Berpikir kritis adalah proses bagaimana kita menggunakan pengetahuan dan intelegensi kita untuk berpikir secara efektif, beralasan dan benar, sehingga dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam berpikir secara rasional.

Berpikir kritis tidak hanya berpikir secara analitik dan logis tetapi juga berpikir secara rasional dan objektif. Logis dan analisis merupakan konsep matematik dan filosofis, sedangkan berpikir secara rasional dan objektif merupakan konsep yang lebih luas yang juga mewakili bidang psikologi dan sosiologi. Artinya, berpikir tidak hanya didasarkan pada kemampuan akal tetapi juga dilihat ke objektifannya. Memutuskan sesuatu tidak hanya proses analisis tapi juga didukung oleh kondisi, data, dan fakta yang ada.

Untuk dapat berpikir kritis seseorang harus mengembangkan perilakunya, yang menyangkut: keterbukaan pandangan dan pikiran, skeptisme yang sehat, terbuka secara intelektual, berpikir bebas, dan motivasi yang tinggi. Dengan demikian berpikir kritis adalah berpikir secara jernih, akurat, didasari pengetahuan. Ketika melakukan kegiatan selalu berlandaskan alasan-alasan yang logis. Tiga hal yang selalu dipertimbangkan secara filosofis dalam berpikir kritis: logis, epistemology, dan etis.

Ditambahkan pula oleh Alwasilah (1992) berpikir kritis artinya mampu melihat bias, mengenal dan menganalisa propaganda, mengindentifikasi kekeliruan logika, memahami agenda terselubung, membuat perbandingan, menyimpulkan asumsi dasar, dan memecahkan masalah.


Pembudayaan keterampilan berpikir kritis dapat menggali cara-cara pemahaman pikiran dan pengasahan intelektualitas sehingga kesalahan dan distorsi berpikir dapat diminimalisasi. Keterampilan berpikir kritis pun dapat melejitkan kemampuan kita dalam memecahkan permasalahan yang sangat penting dengan membantu menjauhkan kita dari ketimpangan berpikir dan menuntun kita berpikir sangat logis dan rasional.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis bukan hal yang mudah perlu proses, waktu, dan pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pendidikan baik di lembaga formal seperti sekolah atau universitas dan informal seperti organisasi intra-university atau extra-university. Indah sekali rasanya bila kemampuan berpikir kritis ini dimiliki oleh masyarakat khususnya mahasiswa sebagai kelompok elit dan pra elit politik pembuat kebijakan. Terlebih menjelang pilkada: pesta demokrasi rakyat, yang rentan terjadi gesekan karena adanya perbedaan kepentingan. Bila memiliki kemampuan berpikir kritis, tentunya ketika msyarakat atau mahasiswa berunjuk rasa memang sudah melalui proses berpikir kritis sehingga keputusan yang diambil atau diusulkan memang objektif berdasarkan data dan fakta yang ada. Sehingga tidak ada istilah ‘demonstrasi bayaran’ tetapi demostrasi untuk kebenaran. Kebijakan yang diambil pejabat pun bukan kebijakan sesaat dan mementingkan kelompoknya tetapi benar-benar apa yang menjadi keharusan dan kebutuhan masyarakat. Semoga.

Tidak ada komentar: