UJIAN NASIONAL PERLU DI REVISI
Oleh: Yudi Juniardi
Usai sudah penyelenggaran Ujian Nasional di SMA dan SMP tahun 2010. Secara umum berjalan relative lancar sesuai dengan yang diharapkan tidak ada kasus yang menghebohkan, walaupun ada hal-hal kecil kejadian yang mewarnai ujian nasional, baik di SMA maupun di SMP.
Walaupun hasil UN belum diumumkan nampaknya sudah dapat direkomendasikan beberapa hal untuk penyelenggaraan UN ke depan agar lebih baik: jujur dan credible. Dua variable ini diangkat karena UN 2010 yang diselenggarakan di Banten (seperti diberitakan di harian local Banten) diwarnai adanya kejadian-kejadian yang tidak diharapkan seperti ‘diduga’ ditemukannya kunci jawaban bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada UN SMA yang melibatkan siswa SMA favorit di Serang. Kemudian ‘diduga’ ditemukannya kunci jawaban bahasa Inggris siswa di tempat sampah sekolah setelah ujian berlangsung pada UN SMP. Melihat problematika ini Kemudian salah satu anggota dewan yang melakukan kunjungan kesekolah nampaknya geram dan berharap kinerja TPI (Tim Pemantau Independen) untuk di evaluasi. Beberapa masalah ini hendaknya dicermati dan direnungkan agar UN kedepan menjadi lebih baik.
Berkaitan dengan ‘diduga’ adanya kunci jawaban UN pada level SMA , ini menjadi sorotan public dan membuat masyarakat resah sehingga polisi pun melakukan penyelidikan dan dengan cepat menangkap orang-orang yang terlibat (siswa), sebuah prestasi kerja yang luar biasa. Dan hingga saat ini kasusnya masih berjalan. Tapi yang paling penting dari semua ini adalah bagaimana mengungkap secara tuntas semuanya dari hulu sampai hilir, ibarat gambar , potongan-potongan itu menjadi gambar yang sempurna dan dapat dipahami sehingga tidak salah tafsir.
Untuk kasus UN SMA, dilihat dari waktu peristiwa tertangkapnya siswa yang membocorkan dan menyebarkan ‘kunci jawaban’, semua terjadi di luar sekolah dan pada waktu sore hari ini berarti bahwa kerawanan ‘pembocoran soal’ terjadi di luar lingkungan sekolah. Ini adalah hal yang masuk akal karena kalau disekolah penjagaan super ketat ada TPI dan Polisi. Nampaknya oknum yang membocorkan soal itu paham sekali liku-liku pengawasan UN jadi tidak berani melakukan hal itu di dalam lingkungan sekolah karena beresiko besar.
Pertanyaan mendasar semua ini adalah mengapa bisa demikian?, siapa yang melakukan hal demikian? Karena dengan adanya peristiwa ini yang menjadi korban adalah siswa . Mereka dijadikan alat untuk cuci tangan bagi orang yang ingin mencari ‘keuntungan’. Di sini lagi-lagi yang menjadi korban adalah siswa, seharusnya mereka focus mempersiapkan UN tapi malah berada di kantor polisi untuk diperiksa.
Bila melihat kasus di atas terjadinya kebocoran soal itu terjadi diluar tahapan atau alur penyelenggaraan UN, terpisah dari aktivitas pemantauan TPI. Jadi kalau ada pertanyaan mengapa TPI tidak tahu atau mencegah hal itu terjad, karena hal itu berada di luar kewenangan TPI, TPI tidak berkewajiban menginvestigasi atau menyelidiki tetapi hanya pengawasan sesuai dengan POS (pedoman Operasional Standar) UN yang berlaku.
UN dihapuskan atau direvisi ?
Banyak kalangan yang ingin menghapuskan UN (ujian Nasional), tetapi itu adalah hal yang keliru, karena dimanapun yang namanya proses pembelajaran setelah menyelesaikan sebuah program harus dilakukan evaluasi atau ujian. Bila tidak, maka tidak dapat diketahui keberhasilan pembelajaran itu. Namun demikian, mungkin ke depan UN teknisnya harus direvisi. UN harus selaras dengan karakter kurikulum yang berlaku di Sekolah. Apabila pendekatan yang digunakan adalah KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) maka ujian nasional pun harus senapas dan selaras dengan kurikulum itu. Bisa dikatakan UN yang sekarang hanya mengukur domain kognitif saja, pada hal dalam KTSP pendekatannya sudah pada domain kompetensi.
Pendekatan Sampel dalam UN
Bila pemerintah hanya ingin mengetahui standar pendidikan nasional, mengapa tidak pelaksanaan ujian nasional dilakukan dengan menggunakan sampel. Artinya tidak semua sekolah diuji tapi hanya beberapa sekolah saja yang merepresentasikan sekolah di daerah itu, karena Bila kita aplikasikan ilmu statistic apa yang terjadi pada sampel akan merepresentasikan populasinya. Agar sampel itu terjaga maka pengawasan pada satu sekolah diperketat; jumlah TPI sesuai dengan jumlah kelas. Hal ini pun dapat menghemat pengeluaran biaya dan efektif penyelenggaraannya.
Sebenarnya Pola seperti ini sudah dilakukan dalam kegiatan pemilu pilpres, dimana berdasarkan hasil quick qount yang menggunakan strategi sampling hasilnya sama dengan perhitungan KPU yang dilakukan secara manual berdasarkan jumlah yang ada diseluruh Indonesia.
Bagaimana yang bukan sampling? Sekolah yang bukan sampel tetap dilakukan ujian nasional tetapi pelaksanaannya tidak seperti pada sekolah sampel. Pengawasan hanya dilakukan oleh guru yang disilang dari sekolah yang berbeda. Selain itu, kelulusan melibatkan juga peran sekolah. Hasil akhir UN adalah gabungan nilai-nilai UN dan Ujian Sekolah (domain afektif serta psikomotornya disertakan). Dengan cara ini, peran sekolah sangat diapresiasi dalam proses pembelajaran, karena dalam evaluasi sebaiknya yang memberikan penilaian atau menentukan kelulusan adalah mereka yang betul-betul terlibat dalam proses pembelajaran.
Pengawasan
Idealnya proses pendidikan berjalan secara humanis, akademis, dan didaktis. Bukan unsur politis dan hukum. Dalam pelaksanaannya Jangan samakan Ujian Nasional dengan pemilihan umum. Dalam pengawasan UN yang terlibat hendaknya orang yang terlibat dalam ranah pendidikan sehingga bila terjadi problematika dalam penyelenggaraan ujian dapat diselesaikan dengan pendekatan akademis dan didaktis. Hadirnya polisi dalam ujian nasional (tanpa menyampingkan peran polri) adalah baik tapi ini akan memberi dampak psikologis bagi siswa seperti kecemasan dan seperti orang pesakitan (dicurigai). Bila ini terjadi maka siswa akan tidak konsentrasi dan ketakutan dalam melakukan ujian sehingga berdampak tidak maksimalnya mengerjakan ujian. Sepertinya hanya ada di Indonesia ujian sekolah diawasi oleh polisi. Stigma negative pun akan muncul, seperti pendidikan kita cenderung manipulative dan tidak jujur, sehingga orang luar akan meragukan kualitas pendidikan Indonesia.
Di atas adalah pernak-pernik ujian nasional yang terjadi dalam Ujian Nasional 2010, khususnya di Banten. Semoga ke depan UN tahun 2011 terus diperbaiki teknis penyelenggaraannya sehingga UN yang jujur dan credible dapat terlaksana. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar