Penggunaan Bahasa Sunda Dikalangan Remaja
Oleh; Yudi Juniardi,M.Pd. Dip.App.Ling
Pendahuluan
Sebagian besar keluarga di Banten dan Jawa Barat, ada kecenderungan. pada umumnya tidak lagi membiasakan menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa percakapan sehari-hari dalam keluarga, Akibatnya, anak menjadi canggung dan tidak berminat untuk menggunakan bahasa sunda. Kaum remaja lebih senang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa gaul mengikuti trend yang berkembang.
Bila melihat sepintas, ada penurunan kualitas penggunaan bahasa Sunda atau daerah. Menurut Gossweiler (2001) hal itu disebabkan karena: (a) orang tua beranggapan bahwa pendidikan dwibahasa menghalangi proses pendidikan anak, (b) tidak adanya lembaga bahasa daerah yang aktif menanggulangi masalah menururnnya pemakaian bahasa daerah, (c) program penerbitan buku dan kursus-kursus bahasa daerah sulit didapat, (d) belum ada usaha menyesuaikan bahasa daerah dengan kebutuhan modern, (e) kurangnya upaya sesepuh untuk mendorong pemakaian bahasa daerah, (f) kurangnya upaya untuk memupuk budaya multibahasa yang memberikan kebebasan dan bahkan peranan kepada bahasa daerah, serta (g) belum tampak adanya jaringan kerja dan koordinasi diantara sesama forum yang peduli akan perkembangan bahasa daerah.
Tampaknya, hal itu terjadi di Banten. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh remaja saat ini diantaranya adalah sukarnya kosa kata bahasa sunda, jarangnya penggunaan bahasa sunda baik di sekolah maupun di rumah. Selain itu, lebih mudah bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa sunda, dan frekuensi pemakaiannya lebih tinggi.
Ada beberapa kendala dalam pengajaran bahasa Sunda di sekolah. Pembelajaran bahasa sunda di sekolah cenderung hanya sebatas mengejar nilai akademis, namun tidak mempelajari esensi bahasa sunda masih jauh dari harapan. Belum adanya buku pelajaran bahasa sunda yang memadai dan masih rendahnya jam pengajaran bahasa sunda. Bahkan di daerah tangerang orang tua mengharapkan menggeser bahasa sunda dengan bahasa Inggris. Mereka akan memindahkan anaknya dari sekolah tersebut jika tidak dicantumkan bahasa Inggris pada Mulok, yang seharusnya Mulok diisi oleh bahasa daerah.
Nampaknya perlu dikaji bagaimana penggunaan bahasa Sunda di kalangan remaja Banten. Apakah mereka tidak menggunakan bahasa Sunda sama sekali atau hanya melakukan pemilihan kapan harus berbahasa sunda dan kapan harus berbahasa Indonesia atau bahasa lain. Seperti diketahui adanya pemilihan kode atau peralihan kode disebabkan oleh hal-hal keefektifan komunikasi, lawan bicara, dan tujuan komunikasi.
Dalam konteks pemertahanan bahasa Sunda pun perlu dikaji bagaimana kalangan remaja melakukan pemertahanan bahasa pertamanya. Apa-apa saja yang dilakukan mereka sehingga masih ada rasa kesetiaan untuk mempertahankan bahasa sunda. Dengan lingkungan yang heterogen dan adanya beberapa bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari maka akan mucul fenomena bilingualisme, code switching (alih kode), code, mixing (campur kode), dan language shift (pergeseran bahasa). Tampaknya fenomena seperti ini perlu dikaji secara serius agar penggunaan bahasa daerah tetap Eksis.
Bilingualisme
Bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa oleh masyarakat ujaran. Ada beberapa jenis bilingualisme misalnya seseorang yang orang tuanya berbahasa ibu yang berbeda atau tinggal dalam satu masyarakat ujaran atau seseorang yang telah mempelajari bahasa asing melalui penjaran formal (Hartman & Stork)
Menurut Wardhough (1995) bilingual tidak perlu memiliki kemampuan yang sama dalam dua bahasa tersebut. Bilingualisme dilihat dari empat aspek: degree (derajat penggunaan bahasa), function (fungsi pemakaian kedua bahasa) alternation (peralihan dari satu bahasa ke bahasa lain).
Ada dua istilah dalam bilingualisme: compound bilingualism dan coordinate bilingualism. Compound bilingualism terbentuk apabila seseorang mempelajarii dua bahasa dalam kondisi yang sama. Misalnya saja kedua orang tuanya menggunakan dua bahasa secara bergantian terus menerus. Sedangkan coordinate bilingalisme terbentuk manakala pengaaman kedua bahasa yang dialami berbeda. Satu alasannya karena bahasa pertama diperoleh d rumah sedangkan bahasa yang kedua dipelajari secara formal di sekolah.
Berdasarkan pemerian di atas dapat dijelaskan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seseorang untuk menguasa lebih dari satu bahasa. Dan penguasaannya itu dapat bersifat compound bilingualisme dan coordinate bilingualism. Dalam masyarakat multilingual dan multi etnik, sangat besar sekali kemungkinan seseorang untuk menguasai kedua bahasa secara bersamaan yang diperoleh dari orang tuanya. Tentunya, subordinate bilingual pun akan terbentuk karena pemerintah Indonesia mewajibkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Mau tidak mau anak akan mempelajari bahasa Indonesia secara formal.
Pemertahanan bahasa dan Pergeseran Bahasa
Menurut Fishman (1964) kajian pemertahanan bahasa dan pergeseran bahasa berkaitan dengan hubungan perubahan dan stabilitas kebiasaan penggunaan bahasa, di sisi lain. Dan proses budaya serta soial pada sisi lain, ketika populasi berbeda bahasa saat berkomunikasi satu sama lain.
Factor loyalitas bahasa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari pemertahanan bahasa. Dalam komunitas imigran dan komunitas tuan rumah , factor loyalitas terhadap bahasa bertemu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komunitas imigran yang berbeda berperilaku tidak sama pada komunitas tuan rumah yang sama. Ini menunjukan bahwa perilaku berbahasa komunitas imigran dan tuan rumah berinteraksi dan menghasilkan pola pemertahanan dan pergeseran bahasa yang berbeda.
Pergeseran bahasa adalah pergeseran secara bertahap dari satu bahasa ke bahasa lain (Weinreich dalam Coulmas: 2005). Pergeseran bahasa atau language shift telah terjadi pada beberapa bahasa. Pada Holmes (1994) dijelaskan bahwa pergeseran bahasa dapat terjadi pada migrant minorities, Non-migrant communities, dan migrant majorities. Pada migrant minorities ada tekanan yang besar dari masyarakat yang lebih mayoritas. Immigrant sering kali dianggap sebagai ancaman bagi kelompok yang lebih besar. Misalnya saja pergeseran ke bahasa Inggris seringkali terjadi pada imigran yang berada di Negara yang mono lingual seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Di sini orang yang dapat berbahasa Inggris dengan baik dianggap sebagai orang yang mampu berasimilasi dengan baik.
Terjadinya Pergeseran bahasa bukanlah hal yang mudah dan mengapa terjadi pergeseran bahasa, masih sulit untuk diketahui, karena jawabannya bergantung pada pemilihan bahasa individu, keluarga, atau komunitas secara keseluruhan. Variable-variabel yang berpegaruh pada perubahan bahasa secara umum sama, yaitu: sex, usia, kelas, hubungan antar-komunitas imigran dengan komunitas tuan rumah atau minoritas dan mayoritas.
Pergeseran bahasa seringkali terjadi ke arah bahasa yang dimiliki oleh kelompok yang dominant atau berkuasa. Bahasa dominan diasosiasikan dengan status, prestis, dan sukses secara social. Menurut Grimes (2002) ada beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa: pertama, orang tua terlalu memaksa anak untuk belajar bahasa bergengsi dengan fikiran bahwa anak hanya mampu belajar satu bahasa dengan baik. Para ahli bahasa menyadari bahwa kepunahan suatu bahasa tidak selalu berarti semua penuturnya telah meninggal. Mungkin penuturnya telah bergeser menggunakan bahasa lain selama satu generasi atau lebih.mungkin para orang tua memutuskan untuk tidak menggunakan bahasa Ibu ketika berkomunikasi dengan anaknya karena bahasa kedua diangap lebih menguntungkan dari sudut ekonomi atau pendidikan. Mereka tidak menginginkan anaknya dirugikan karena tidak menguasai bahasa kedua dengan baik seperti pengalaman mereka sendiri. Kedua, penggunaan bahasa kedua sebagai bahasa pengantar di sekolah menyebabkan pergeseran yang meluas di masyarakat. Ketiga, kebijakan bahasa nasional menyebabkan sebagian penduduk bergeser menggunakan bahasa nasional sebagai bahasa utama. Senada dengan pendapat di atas, Holmes (1994) mengatakan bahwa factor-faktor yang dapat menyebabkan pergeseran bahasa adalah factor social, ekonomi, dan politik; factor demografi
Akibat Pergeseran Bahasa
Setidaknya ada dua akibat yang muncul dari pergeseran bahasa: pertama, kecemasan dan kedua tingkah laku anti social dan hilangnya rasa percaya diri. Kecemasan muncul karena ada perasaan bahasa itu akan tergeserkan bahkan hilang digantikan oleh bahasa lain. Bila melihat fenomena setakat ini, banyak orang tua yang terus mengajarkan bahasa sunda di rumah karena melihat jarangnya anak-anak mereka berkmunkasi dengan bahasa sunda. Kurangya rasa percaya diri mucul ketika bahasa seseorang tidak diterima dimasyarakat. Terkesan kampungan dan ketingalan jaman. Akhirnya, hal semacam ini akan memunculkan sinisme anti-social terhadap mereka yang menggunakan bahasa lain.
Bahasa Sunda di kalangan Mahasiswa
Pemilihan bahasa yang dilakukan oleh remaja khususnya mahasiswa, ada beberapa alasan yaitu usia lawan bicara, status lawan bicara, lingkungan tindak tutur. Ketika mereka berkomunikasi dengan teman sebaya bila dilingkungan Sunda, mereka akan berbahasa Sunda. Tetapi di lingkungan kampus mereka berbahasa Indonesia, karena tidak semua teman-teman mereka paham bahasa Sunda. Di sini tampak dominasi mayoritas dikalahkan oleh minoritas dengan mencari alternative bahasa lain yaitu bahasa Indonesia.
Kaitannya dari sisi usia, dengan lawan bicara yang lebih tua, misalnya saja: orang tua dan dosen mereka menggunakan bahasa yang berbeda. Sebagian besar mereka berkomunikasi di rumah dengan orang tua menggunakan bahasa Sunda, sedangkan dengan dosen menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia kepada dosen karena bahasa Indonesia sebagai bahasa formal atau standard, agar mudah dipahami karena keragaman suku dosen tersebut; tidak semua dosen suku Sunda, ada yang berasal dari Sumatera, Jakarta, dan beberapa tempat lainnya.
Dari Penelitian sederhana telah dilakukan pada mahasiswa (Juniardi:2007) dan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan isian kuesioner mahasiswa B.Inggris FKIP Untirta dapat disimpulkan hal berikut: pertama, mahasiswa yang bersuku sunda ketika berkomunikasi mengunakan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa itu tentunya mempertimbangkan situasi formal-nonformal, tempat (rumah, kampus, lingkungan). Pemertahanan bahasa terhadap bahasa pertama tetap dilakukan dengan cara menggunakan bahasa Sunda dengan orang tua dan keluarga, serta dengan penutur yang bersuku sunda.
Melihat fenomena di atas perlu adanya kajian dan usaha yang nyata agar bahahasa daerah tetap eksis dan digunakan oleh kalangan remaja, diantaranya dengan adaya program atau pembelajaran bahasa daerah di Sekolah. Selain itu disediakan pula media literasi seperti majalah atau jurnal yang khusus menggunakan bahasa daerah. Semoga..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar