Jumat, 14 Mei 2010

SEMINAR NASIONAL KEBAHASAAN

SEMINAR NASIONAL KEBAHASAAN
“Implementasi Linguistik dalam pembelajaran Bahasa berdasar KTSP”
1. Pendahuluan
Penerapan KTSP di sekolah memberikan implikasi pada guru untuk menguasai beberapa kompetensi kebahasaan seperti Linguistic competence, socio-competence, dan discourse competence. Tentunya penerapan kompetensi kebahasaan ini tidak dilakukan secara parsial tetapi secara integrasi. Namun dalam penerapannya masih banyak kendala yang dialami guru baik di SMP maupun SMA terutama dalam hal pemahaman kompetensi linguistik itu sendiri dan pengintegrasiannya dalam pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya penggunaan analisis secara linguistic dalam pemberian materi pada siswa. Walaupun ada masih terbatas pada analisis tekstual.

Oleh karena itu dalam rangka memberikan wawasan dan pemahaman secara komprehensip tentang penerapan kompetensi kebahasaan dalam pengajaran bahasa, maka prodi pendidikan bahasa Inggris mengadakan seminar nasional pembelajaran bahasa dengan tema “Implementasi Linguistik dalam pembelajaran Bahasa berdasar KTSP”

2. Pembicara
Prof. Dr. Ahmad HP
Tema: Penerapan Analisis Wacana dalam pembelajaran bahasa berdasar KTSP


Prof. Dr. Basuki
Tema: Penerapan Linguistik dalam pembelajaran bahasa berdasar KTSP

Dr. Ujang Suparman, M.A.
Tema: Penerapan Socio-Linguistik dalam pembelajaran bahasa berdasar KTSP

3. Waktu dan Tempat kegiatan

Hari/ Tanggal : Selasa/ 25 Mei 2010
Waktu : Pukul 9.00 s.d. selesai
Tempat : Rumah Makan S Rizky Serang

4. Pendaftaran
Pendaftaran dapat dilakukan di secretariat panitia : Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Untirta
Atau dapat menghubungi:
Masrupi,M.Pd. Hp. 0815215150630
Pupun Sampurna,Drs, Hp. 087871915514
Yudi Juniardi,M.Pd. Hp. 08128762038

5. Biaya Seminar
Mahasiswa : 75.000
Guru : 100.000
Umum : 150.000
Peserta akan mendapatkan: Sertifikat, makalah, Snack & makan siang






6. Kepanitiaan
Ketua: Yudi Juniardi,M.Pd.
Sekretaris: Pupun Sampurna
Bendahara: Masrupi,M.Pd.
Kesekretariatan : Syafrizal, John Pahamzah

7. Penutup
Demikianlah panduan ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan

Serang 01, Mei 2010
Ketua Panitia,


Yudi Juniardi,M.Pd.










Formulir Pendaftaran Seminar Nasional
“Implementasi Linguistik dalam pembelajaran Bahasa berdasar KTSP”

Selasa, 25 Mei 2010

(mohon isi dengan huruf cetak)
Nama: ________________________________________
(Sertifikat akan mengacu pada nama yang tertera di atas)
Afiliasi : _______________________________________
Email : _______________________________________
Alamat : ______________________________________
_____________________________________________
Tlp./HP:___________________Fax: ________________

Cara pembayaran:
Pendaftaran dapat dilakukan di Sekretariat SEMNAS BAHASA
PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FKIP UNTIRTA
Jalan Raya Jakarta Km 4 Serang – Banten Telp. 08128762038

Selasa, 11 Mei 2010

Sekolah bertaraf Internasional

SBI: Sekolah Bertaraf Internasional Atau Bertarif Internasional ???



Oleh: Yudi Juniardi,M.Pd.

Setelah menyelesaikan ujian disekolah baik di level SD,SMP, maupun SMA, orang tua dihadapkan lagi dengan permasalahan baru “ke sekolah mana saya akan mendaftarkan anak saya? Orang tua tentunya ingin mendaftarkan ke sekolah yang terakreditasi, bergengsi, dan satu lagi sekolah bertaraf internasional. Saat ini banyak orang tua siswa mempertanyakan hal – hal seputar sekolah berstandar internasional. Ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat ingin putera-puterinya untuk masuk ke sekolah berstandar internasional baik yang di SD, SMP, maupun SMA. Juga adanya keingin tahuan apa beda sekolah bertaraf internasional dan yang konvensional.

Selain itu, kita juga sangat berharap bahwa SBI yang ada di Banten memang SBI yang sesuai dengan pedoman atau permendiknas yang ada tentang SBI. Artinya tidak hanya namanya yang berubah tetapi kualitas pembelajarannya juga berubah sesuai yang dipersyaratkan.
Tidak bisa tutup mata bahwa saat ini persaingan dalam dunia pendidikan sangat ketat. Yang tidak bisa berkompetisi akan tertinggal (left behind). Sekolah bila tidak melihat hal ini akan tertinggal dan ditinggalkan oleh masyarakat. Pada ulasan sederhana ini akan dipaparkan apa itu SBI, Pengelolaannya seperti apa, kurikulumnya seperti apa, dan sarana serta prasarananya seperti apa.

Sekolah Bertaraf Internasional
Menurut permendiknas no 78 tahun 2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional, Sekolah bertaraf internasional selanjutnya disingkat SBI adalah sekolah yang
sudah memenuhi seluruh SNP Standar Nasional Pendidikan, yaitu kriteria minimal sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan diperkaya dengan keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development) yaitu organisasi internasional yang tujuannya membantu pemerintahan negara anggotanya untuk menghadapi tantangan globalisasi
ekonomi. atau negara maju lainnya. Negara maju lainnya adalah negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan OECD tetapi memiliki keunggulan dalam bidang pendidikan tertentu.

Jadi SBI adalah SNP plus kurikulum Negara maju. Ketika sekolah melaksanakan SBI, kurikulumnya tidak hanya berdasar SPN tapi juga ditambah dengan kurikulum yang dipakai oleh Negara-negara maju yang tergabung dalam OECD. seperti: Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, United States dan negara maju lainnya seperti Chile, Estonia, Israel, Russia, Slovenia, Singapore dan Hongkong yang mutunya telah diakui secara internasional

SBI yang diprogramkan pemerintah bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki : pertama, kompetensi sesuai standar kompetensi lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya; kedua, daya saing komparatif tinggi yang dibuktikan dengan kemampuan menampilkan keunggulan lokal ditingkat internasional; ketiga, kemampuan bersaing dalam berbagai lomba internasional yang dibuktikan dengan perolehan medali emas, perak, perunggu dan bentuk penghargaan internasional lainnya; keempat, kemampuan bersaing kerja di luar negeri terutama bagi lulusan sekolah menengah kejuruan; dan yang terakhir kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL Test > 7,5) dalam skala internet based test (IBT) bagi SMA, skor TOEIC 450 bagi SMK), dan/atau bahasa asing lainnya.

Bila melihat tujuan di atas tampaknya benang merah semua ini adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan mampu bersaing di level internasional. Sekolah juga diharapkan memunculkan keunggulan local di tingkat internasional.


Komponen SBI
Beberapa komponen yang mendasari dan membedakan SBI dengan sekolah lainnya dapat dilihat dari standar pelayanan dan komponen pembelajaranya. Pada Pasal 3 permen 78/2009 dikatakan bahwa SBI pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan setelah memenuhi seluruh 8 (delapan) unsur SNP yang diperkaya dengan standar pendidikan negara anggota OECD atau negara maju lainnya.

Selain itu kurikulum yang digunakan disusun berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan yang diperkaya dengan standar dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Artinya harus ada muatan lebih yang mengacu pada kompetensi lulusan pada sekolah yang tergabung dalam OECD.

Tidak sama dengan sekolah biasa atau konvensional, dalam pembelajarannya SBI menerapkan satuan kredit semester (SKS) pada jenjang SMP, SMA, dan SMK. Proses Pembelajaran dilakukan menggunakan sarana IT (informasi dan teknologi). SBI menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan kontekstual.

Bahasa pengatar yang digunakanpun tidak hanya satu bahasa tapi juga menggunakan pengantar bahasa asing. SBI dapat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris dan/atau bahasa asing lainnya yang digunakan dalam forum internasional bagi mata pelajaran tertentu. Artinya tidak semua pelajaran harus menggunakan bahasa asing ada kekecualian untuk matpel tertentu seperti Pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Sejarah, dan muatan local masih dibolehkan menggunakan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Dan pada penggunaan bahasa asing ini tidak dimulai sejak kelas satu, misalnya untuk SD dimulai dari kelas IV untuk SD. Bila melihat bahasa yang digunakan dalam proses pembelajaran, ini berarti guru di SBI diharuskan menguasai bahasa asing.

Karakteristik yang dominan lainya adalah kompetensi guru. Pada SBI Pendidik SBI harus memenuhi standar pendidik yang diperkaya dengan standar , pendidik sekolah dari negara anggota OECD atau negara maju lainnya. Kemudian Seluruh pendidik mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Jadi guru di sini bukanlah guru yang jadul (jaman dulu) tapi harus dapat menguasai penggunaan media hitech. Ditambah, guru harus menguasai bahasa asing kecuali pada mata pelajaran tertentu seperti yang disebutkan di atas

Karena SBI memfokuskan pada peningkatan kualitas dan daya saing, maka latar belakang guru pun menjadi pertimbangan. Berdasarkan pasal 6 permendiknas No 78/2009 Pada SD bertaraf internasional harus memiliki paling sedikit 10% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 pendidikan guru sekolah dasar (PGSD) dan/atau berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan mata pelajaran yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi. Pada levelSMP bertaraf internasional memiliki paling sedikit 20% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya sudah terakreditasi.

Pada level SMA dan SMK bertaraf internasional memiliki paling sedikit 30% pendidik yang berpendidikan S2 atau S3 sesuai dengan bidang studi yang diampu dari perguruan tinggi yang program studinya terakreditasi. Khusus di SMK Pendidik mata pelajaran kejuruan pada SMK harus memiliki sertifikat kompetensi dari lembaga sertifikasi kompetensi, dunia usaha/industri, asosiasi profesi yang diakui secara nasional atau internasional. Untuk membuktikan bahwa guru itu dapat berbahasa asing Pendidik memiliki skor TOEFL ≥ 7,5 (IBT) atau yang setara atau bahasa asing lainnya yang ditetapkan sebagai bahasa pengantar pembelajaran pada SBI yang bersangkutan

Bukan hal yang mudah dan murah, dalam SBI sarana dan prasarananya pun betul - betul diperhatikan. Misalnya sarana prasarana harus sesuai dengan standar pendidikan Negara OECD. Setiap ruang kelas SBI dilengkapi dengan sarana pembelajaran berbasis TIK. Untuk perpustakaan, SBI memiliki perpustakaan yang dilengkapi dengan sarana digital yang memberikan akses ke sumber pembelajaran di seluruh dunia (e-library). Agar kompetensi gurunya meningkat, SBI memiliki ruang dan fasilitas untuk mendukung pengembangan profesionalisme guru. Terakhir, SBI melengkapi sarana dan prasarana yang dapat dimanfaatkan peserta didik untuk mengembangkan potensinya dibidang akademik dan non-akademik.

Agar pengelolaan SBI terstandar dan terjamin maka Pengelolaan SBI harus memenuhi standar pengelolaan yang diperkaya dengan standar pengelolaan sekolah di negara anggota OECD atau negara maju lainnya; menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 dan ISO 14000 versi terakhir; menjalin kemitraan dengan sekolah unggul di dalam negeri dan/atau di Negara maju; mempersiapkan peserta didik yang diharapkan mampu meraih prestasi tingkat nasional dan/atau internasional pada aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni; dan menerapkan sistem administrasi sekolah berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada 8 (delapan) standar nasional pendidikan.

Pengawasan penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah bertaraf internasional mencakup pengawasan akademik dan nonakademik. Peran pemerintah sangat signifikan dalam pengawasan mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Pada tingkat pusat Pemerintah melakukan pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI. Pada tingkat peovinsi, Pemerintah provinsi melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya. Dan di tingkat kabupaten, Pemerintah kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada SBI yang menjadi kewenangannya.


Kesiapan dan problematika di Banten

Bila melihat paparan di atas, bukanlah hal sederhana membentuk SBI. Pemerintah pun secara gradual mendorong sekolah untuk menjadi SBI. Sekolah yang berstandar internasional adalah sekolah yang benar-benar unggul karena sebelum menjadi SBI mereka harus sudah melewati beberapa syarat seperti terkareditasi A, SBN, dan RSBI. Karena kompleksnya persyaratan ini, maka pemerintah tidak serta merta mendorong semua sekolah menjadi SBI. Setidaknya pemerintah mendorong setiap kabupaten memiliki minimal satu sekolah SBI mulai dari level SD,SMP,dan SMA.

Di provinsi Banten sudah mulai dilakukan persiapan SBI. Sekolah-sekolah favorit juga sudah menyandang label SBI. Misalnya untuk daerah Kota Serang untuk level SMP terpilih SMPN 1 dan untuk level SMA dan SMK terpilih SMAN 1 dan SMKN1 kota serang. Namun sayangnya masih ada kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaannya terutama dalam hal sarana dan prasarana dan pendidik. Betulkah sekolah SBI itu setiap kelas sudah dilengkapi dengan media informasi dan teknologi yang standar? Apakah kompetensi pendidik sesuai dengan yang dipersyaratkan termasuk kualifikasi pendidikannya? Apakah penggunaan bahasa Inggris atau asing sudah benar-benar digunakan sebagai bahasa pengantar pembelajaran? Karena berdasarkan hasil penelitian mahasiswa bahasa Inggris FKIP Untirta tahun 2009 di beberapa SBI di kota serang, guru masih dominan menggunakan bahasa Indonesia dengan prosentase tidak sampai 10% selama jam pembelajaran. Sering kali siswa tertawa-tawa (terkesan lucu) ketika melihat gurunya berbahasa Inggris tidak gramatikal dan dicampur dengan bahasa Indonesia.

Melihat problematika itu, tentunya bukanlah hal yang sederhana. Harus ada upaya sekolah dan pemerintah secara aktif dalam mengatasi hal tersebut. Perlu adanya kerjasama yang melibatkan perguruan tinggi misalnya untuk mempersiapkan guru berkualifikasi S2 bisa bekerjasama dengan program Pascasarjana Untirta atau pascasarjana lainnya. Kemudian untuk mempersiapkan guru berkemmpuan bahasa Inggris yang baik bisa menggandeng Untirta dan IAIN Hasanudin yang memiliki prodi Bahasa Inggris untuk mengadakan pelatihan kompetensi berbahasa Inggrus. Secara komprehensif pemerintah daerah dapat membuat task force yang melibatkan diknas, LPMP, perguruan tinggi, stake holder untuk menyempurnakan program SBI yang dilaksanakan di Banten

Karena pemerintah sudah mengundang-undangkan SBI dan diperjelas dengan permendiknas no 78/2009, tidak ada alasan SBI untuk tidak dapat dilaksanakan di daerah. Bahkan untuk pendanaan pun dibantu oleh pemerintah daerah, pemprov, dan pusat. Ketika suatu kabupaten tidak dapat mengadakan SBI maka akan dilimpahkan/dibantu oleh pemprov. Begitu juga ketika provinsi tidak dapat mendanai maka akan dibantu oleh pusat.

Sebagai masyarakat Banten yang bergelut dalam bidang pendidikan, saya berharap program ini tidak hanya jargon saja, tetapi betul-betul pelaksanaannya sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Jangan sampai masyarakat mengeluh dan mencemooh dengan mengatakan ini sekolah bertaraf internasional atau bertarif internasional? Artinya jangan tarifnya saja yang internasional tapi taraf dan kualitasnya juga harus internasional. Semoga

revisi ujian nasional

REVISI UJIAN NASIONAL

Oleh: Yudi Juniardi


Pengumuman Ujian Nsional (UN) SMA hasilnya sudah diumumkan pada tanggal 26 April 2010 dan secara umum ada penurunan prosentase kelulusan khususnya di Banten, tidak menembus angka kelulusan di atas 90%, Begitu juga dengan SMP mengalami penurunan. Namun demikian kita perlu arif dalam melihat penurunan ini, karena indicator baik buruknya ujian nasional adalah validitas dan reliabilitas instrument tes tersebut: apakah tesnya sudah mengukur yang seharusnya dan kejegannya terjaga, dan bisa membedakan yang pintar dan yang kurang. Dan tentunya angka kelulusannya. Idealnya adalah instrument Ujian Nasional valid dan reliable dan siswa lulus UN. Jadi apapun hasilnya, langkah selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah dan sekolah adalah mengidentifikasi kelemahan –kelemahan yang ada baik siswa, kurikulum, sekolah, dan factor lainnya yang berkaitan dengan Proses Belajar, tentunya tes itu sendiri; apakah sudah sesuai belum dengan yang diharapkan. Membaca tulisan Muhibidin di Radar Banten (30/4) siswa pintar gagal UN adalah salah satu kelemahan alat tes UN itu sendiri; memiliki daya pembeda yang rendah. Belum lagi secara nasional ada 267 sekolah yang 100% gagal UN dan mirisnya terjadi tidak hanya pada sekolah swasta saja tapi juga pada sekolah negeri.
Melihat kegagalan sekolah dalam UN (kelulusan 0%) Perlu juga diketahui dan dikaji secara mendalam apa status akreditasi dari sekolah yang gagal itu dan bagaimana kondisi pengajarnya, serta input siswanya itu sendiri. Dengan demikian dapat diketahui factor-faktor yang berkorelasi dan berpengaruh terhadap kegagalan UN di sekolah. Karena seperti kita ketahui pemerintah sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk kegiatan akreditasi sekolah dan sertifikasi guru. Artinya, akreditasi sekolah yang bagus dan guru yang tersertifikasi harus berimbas pada peningkatan kualitas pendidikan. Begitu juga guru yang sudah tersertifikasi sebagai guru proesional harus menunjukkan eksistensinya.
Revisi Ujian Nasional
Banyak kalangan yang ingin menghapuskan UN (ujian Nasional), tetapi itu adalah hal yang keliru, karena dimanapun yang namanya proses pembelajaran setelah menyelesaikan sebuah program harus dilakukan evaluasi atau ujian. Bila tidak, maka tidak dapat diketahui keberhasilan pembelajaran itu. Namun demikian, mungkin ke depan UN teknisnya harus direvisi. Pertama, UN harus selaras dengan karakter kurikulum yang berlaku di Sekolah. Apabila pendekatan yang digunakan adalah KTSP (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) maka ujian nasional pun harus senapas dan selaras dengan kurikulum itu. Bisa dikatakan UN yang sekarang hanya mengukur domain kognitif saja, pada hal dalam KTSP pendekatannya sudah pada domain kompetensi.
Kedua, soal UN harus beragam dan disesuaikan dengan tingkat sekolah itu sendiri. Seperti kita ketahui dengan adanya akreditasi sekolah, sekolah memiliki akreditasi yang berbeda dan tingkat kelulusan pun harus disesuaikan. Misalnya passing grade kelulusan sekolah yang berakreditasi A harus berbeda dengan sekolah yang berakreditasi B dan C, sehingga ada asas keadilan.
Ketiga, penentuan kelulusan harus juga menyertakan penilaian yang dilakukan pihak sekolah. Misalnya nilai praktek juga harus diperhitungkan. Percuma saja sekolah melakukan ujian praktek jika hasilnya tidak berkontribusi apa-apa, terhadap kelulusan. Jika memungkinkan sekolahlah yang memutuskan apakah siswanya lulus atau tidak. Karena idealnya penilaian siswa harus komprehensif dilihat dari input dan proses yang telah dilaluinya.
Keempat, Idealnya proses pendidikan berjalan secara humanis, akademis, dan didaktis. Bukan unsur politis dan hukum. Dalam pelaksanaannya Jangan samakan Ujian Nasional dengan pemilihan umum. Dalam pengawasan UN yang terlibat hendaknya orang yang terlibat dalam ranah pendidikan sehingga bila terjadi problematika dalam penyelenggaraan ujian dapat diselesaikan dengan pendekatan akademis dan didaktis.
Hadirnya polisi dalam ujian nasional (tanpa menyampingkan peran polri) adalah baik tapi ini akan memberi dampak psikologis bagi siswa seperti kecemasan dan seperti orang pesakitan (dicurigai). Bila ini terjadi maka siswa akan tidak konsentrasi dan ketakutan dalam melakukan ujian sehingga berdampak tidak maksimalnya mengerjakan ujian. Sepertinya hanya ada di Indonesia ujian sekolah diawasi oleh polisi. Stigma negative pun akan muncul, seperti pendidikan kita cenderung manipulative dan tidak jujur, sehingga orang luar akan meragukan kualitas pendidikan Indonesia.
Di atas adalah pernak-pernik ujian nasional yang terjadi dalam Ujian Nasional 2010, khususnya di Banten. Semoga ke depan UN tahun 2011 terus diperbaiki teknis penyelenggaraannya sehingga UN yang jujur dan credible dapat terlaksana dengan diiring kualitas lulusan yang baik. Semoga.
___________________________