REVITALISASI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN BAGI KABUPATEN LEBAK
Oleh : Irmawanty, M.Si*)
Pendahuluan
Pendidikan anak usia dini merupakan bagian yang penting dalam system pendidikan nasional, karena kita harus menyiapkan calon pemimpin sejak usia dini. Penelitian membuktikan bahwa usia dini (0-6 tahun) adalah periode keemasan (the golden age) yang sangat menentukan tahap perkembangan anak selanjutnya. Kecerdasan anak 50 % dicapai pada usia 0-4 tahun, sebanyak 80% pada usia delapan tahun dan 100% pada usia 18 tahun. Pada masa emas, seorang anak mampu menyerap ide dan ilmu/pelajaran jauh lebih kuat daripada orang dewasa, sehingga memberikan pendidikan kepada anak di usia tersebut sangat penting untuk tumbuh kembangnya.
Penelitian itu juga menyebutkan, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 % dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya sehingga pada usia emas merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya.
Namun sayangnya penyelenggaran PAUD masih menjadi inisiatif swasta dan masyarakat belum menjadi perhatian pemerintah secara maksimal seperti kewajiban belajar pendidikan dasar (wajardikdas) 9 tahun, sehingga masih banyak anak usia dini yang berada di pedesaan dan yang berasal dari keluarga miskin tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Berdasarkan kenyataan ini maka selayaknya pemerintah daerah menempatkan konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga adalah karena banyak orang tua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, Taman Kanak-kanak dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi.
PAUD nonformal secara mandiri telah diselenggarakan oleh masyarakat. Bahkan bisa dikatakan 90 persen PAUD dalam bentuk taman penitipan anak /TPA, kelompok bermain diselenggarakan masyarakat baik dari kelompok agama, maupun organisasi perempuan. Memasuki tahun ke 5 pencanangan PAUD belum terlihat hasil maksimal, karena di berbagai daerah masih jalan di tempat. Banyaknya anak usia dini belum terlayani dengan baik. Hal ini memang merupakan satu tantangan besar bagi pemerintah, karena mereka merupakan aset yang bernilai tinggi bagi bangsa.
PAUD sebagai perkenalan sosialisasi anak
Kepedulian berbagai pihak seperti Depkes, Depag, Diknas dan Depsos dalam program PAUD terkait dengan beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan anak, seperti:
1. Asupan gizi
2. Kondisi psikologis
3. Kualitas interaksi
4. Lingkungan mikro dan makro
5. Kesamaan pola pendidikan yang diterima anak dalam keluarga dan lingkungannya.
Kemampuan orangtua perlu diberikan penguatan sebab pendidikan anak usia dini tetap menjadi tugas pertama orangtua, dan pemerintah hendaknya memfasilitasi secara maksimal. PAUD bukan semata-mata ditujukan pada perkembangan otak anak, tapi memaksimalkan kesiapan mereka dalam menyongsong tahap pendidikan selanjutnya.
Perkembangan anak paling tidak diperhatikan dalam 4 aspek, yaitu:
1. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik diharapkan tidak semata-mata dalam fungsi organ tubuh, tapi juga mampu mengkoordinasikan anggota tubuh secara maksimal, dengan kata lain, diharapkan anak Indonesia memiliki tubuh yang sehat sebagai modal dasar dalam mengembangkan kecakapan lainnya.
2. Perkembangan intelektual
Usia antara 2-6 tahun dikenal dengan masa bereksperimen. Anak usia dini akan lebih termotivasi mengenal lingkungannya jika diberikan ruang dan waktu untuk menambah pengetahuannya. Proses pembelajaran tidak hanya dalam kelas, tapi memaksimalkan kemampuan mereka mengeksplore alam semesta dibawah bimbingan orangtua dan guru akan lebih bermakna. Mereka belajar melalui hal yang bersifat kongkrit, seperti menghitung jumlah bunga, membandingkan tinggi pohon yang satu dengan yang lain, jumlah kua, warna pensil, dan sebagainya .
Konsep kuantitas yang telah mereka fahami nanti akan berlanjut pada konsep kualitas, manfaat dan fungsi benda pada tahap perkembangan selanjutnya.
3. Perkembangan bahasa
Pengenalan bahasa Indonesia yang baik dan benar hendaknya dimulai dari lingkungan keluarga, agar anak terbiasa mengungkapkan keinginannya secara benar. Pengenalan bahasa asing bisa saja dilakukan dengan catatan tidak mengganggu keseimbangan komunikasi anak, baik dengan teman sebayanya, lingkungan dan orangtua. Termasuk di dalam tujuan aktifitas bahasa lisan adalah kemampuan mendengar, menyimak dan penguasaan kata-kata untuk mengekspresikan apa yang dikehendakinya dengan percaya diri, disesuaikan dengan dimana dia berada.
Penguasaan bahasa tulisan belum menjadi kewajiban anak usia dini. Mereka baru dikenalkan saja pada alphabet, baik cara pengucapannya maupun bentuknya, dalam rangka menyiapkan mereka untuk menerima pelajaran lain ketika memasuki pendidikan dasar.
4. Perkembangan emosi dan social
Anak usia dini sering terkenal dengan sifat manja dan cenderung menggunakan tangisan sebagai senjata ketika memiliki keinginan. Kebiasaan orangtua mengabulkan semua permintaan anak sebetulnya tidak mendidik, bahkan menjerumuskan anak menjadi pribadi yang konsumtif dan egois, sehingga penghargaan anak pada sesuatu menjadi berkurang, karena mendapatkannya pun tidak dibutuhkan usaha yang maksimal.
Hal penting yang diingatkan pada anak adalah manusia yang baik adalah yang berguna bagi sesama. Sebagai makhluk social, yang mampu selayaknya menolong yang tidak mampu, namun yang mampu juga tidak boleh selalu merepotkan yang lain, karena Allah SWT memberikan manusia akal budi, sehingga harus dipergunakan sebaik-baiknya. Orangtua harus menanamkan pada anak bahwa anggota badan, ilmu dan harta yang dimilikinya adalah amanah, sehingga anak tidak berfikir sombong dan membeda-bedakan temannya, bahkan mampu mengoptimalkan apa yang dimilikinya untuk mencapai prestasi sesuai bakat yang dimilikinya.
Manfaat PAUD
Secara social ekonomi, jika kita memperhatikan pendidikan anak usia dini secara maksimal, paling tidak kita telah berinvestasi untuk masa depan, karena anak-anak hari ini adalah pemuda pada 15-20 tahun lagi. Menurut Bank Dunia, khusus di Indonesia, seperti dinyatakan Dirjen PNFI, setiap US $1 yang diinvestasikan ke PAUD akan menghasilkan kembalian sebesar US $6 di kemudian hari.
Berdasarkan data dari BPS pada Januari 2008, Jumlah anak usia dini di Indonesia sebanyak 28,426,500. Dari jumlah tersebut, yang telah tersentuh oleh Depag melalui TK/RA sebanyak 4.193.869, TPQ/TKQ sebanyak 6.812.303. Yang telah tersentuh Depdiknas melalui TPA sebanyak 24.363 orang dan melalui kelompok bermain sebanyak 2.710.454 sehingga angka partisipasi kasar (APK) PAUD baru 48,32 % dan masih ada sekitar 14,7 juta anak usia 0-6 tahun (51,68%) yang belum tersentuh oleh program PAUD.
Sayangnya, menurut data akhir 2007, Banten masih berada pada urutan ke 8 dibawah garis APK PAUD (30,04%) karena baru 391,926 anak usia dini yang tersentuh oleh PAUD. Maka, selayaknya hal ini menjadi perhatian pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten / kota, untuk lebih intens memperhatikan PAUD, baik pada sisi perluasan akses dan pemerataan pendidikan maupun pada peningkatan mutu, relevansi dan daya saingnya.
Kab. Lebak yang sudah mendeklarasikan diri sebagai kota pelajar dan meningkatkan wajar dikdas menjadi 12 tahun, tentu akan lebih siap dalam menyiapkan generasi penerus jika diimbangi dengan program WAJIB PAUD sebagai dasar program WAJAR DIKDAS. Sinergisme berbagai lembaga bisa semakin ditingkatkan, karena secara non formal, di masyarakat sudah dikenal Taman Pendidikan Alqur’an dan Posyandu, sanggar tari dan lain-lain.
Seiring dengan program sertifikasi pendidik yang digulirkan pemerintah, maka perhatian kepada guru pendidikan anak usia dini pun hendaknya tidak terlewatkan, dengan men-support mereka untuk senantiasa meningkatkan kemapuannya, baik melalui beasiswa untuk memperoleh gelar akademik yang sesuai, juga penghargaan yang layak dan sepadan atas kemampuan mereka mencerdaskan anak bangsa.
Penutup
Harapan untuk Indonesia lebih baik memang kita gantungkan pada anak cucu, sehingga kita harus menjadi orangtua yang bijaksana dengan membekali mereka semaksimal mungkin sesuai dengan minat bakat yang mereka miliki. Mengutip kata filosof, “Anakmu bukan milikmu….” Menyadarkan kita bahwa mereka bukan kita, apa yang pernah kita alami mungkin tak akan mereka alami atupun sebaliknya. Dunia global yang kian terbuka bisa menjadi anugerah pada anak cucu kita jika mereka mampu bersaing dengan penduduk dunia belah manapun, namun akan menjadi petaka jika mereka hanya menjadi tamu di negeri sendiri.
Mulailah berfikir kembali bahwa anak adalah amanah-Nya dan akan dimintakan pertanggung jawabannya nanti.
*) Pelaksana pada Bidang Penamas Kanwil Depag Prov. Banten dan mantan GBS Kab. Lebak
Kamis, 17 Desember 2009
paper in conest
Code switching among teacher and students, in bilingual class at
SMAN 1 Kota Serang Banten
By
Yudi Juniardi and Ina Rohiyatussakinah(*)
ABSTRACT
The research was intended to analyze the type of code switching, the function of code switching, reason and also kinds and degree of bilingual apply when having conversation among teacher and students in SMAN 1 Kota Serang. In collecting the data, a qualitative method using purposive sampling was applied by conducting observation, recording, and interview. Then, those data were analyzed through some stages, namely transcribing the recorded data into written data, classifying the data based on the types of code switching, reducing the data, giving code for each datum, analyzing the data and interpreting them to answer the research problems.
Based on the analysis of the data, it can be concluded that: (1) there are two types of code switching used by teacher and students namely situational code switching, metaphorical code switching included by tag switching and also intra sentential switching, it has amount of Situational switching is 27.27% and Metaphorical switching is 72, 72 %. (2) there are functions of code switching, namely topic switch, transfer the necessary knowledge for the students for clarity, following the instruction in target language, make partner easier understand what they want to say, code switching is a strategy to transfer the intended meaning, as conversational strategy in bilingual class, create special effect and ability of someone to express their feeling, for joke, to make nice atmosphere in class, to mark emphasis, and quote someone. (3) There are reason the teacher and students apply code switching, namely class policy use English as subject matter, for express secret, angrily and bore, and last for qualified massage.
The researchers suggest for the other researchers who will do such research dealing with the phenomenon of code switching, it is suggested that good comprehension toward the work should be achieved through close and intensive reading so they can do further research from the other point of view. Besides, there must be an effort to find other references that have relation to the study. The writer’s suggestion is also for international student in international school based that they can do code switching at the beginning of their exercises. They do not be afraid of speaking English, because by switch codes encourage them to speak actively in bilingual class.
Key words: bilingual class, codeswitching, Speaking
(*) Lecturer of Sultan Ageng Tirtayasa University
SMAN 1 Kota Serang Banten
By
Yudi Juniardi and Ina Rohiyatussakinah(*)
ABSTRACT
The research was intended to analyze the type of code switching, the function of code switching, reason and also kinds and degree of bilingual apply when having conversation among teacher and students in SMAN 1 Kota Serang. In collecting the data, a qualitative method using purposive sampling was applied by conducting observation, recording, and interview. Then, those data were analyzed through some stages, namely transcribing the recorded data into written data, classifying the data based on the types of code switching, reducing the data, giving code for each datum, analyzing the data and interpreting them to answer the research problems.
Based on the analysis of the data, it can be concluded that: (1) there are two types of code switching used by teacher and students namely situational code switching, metaphorical code switching included by tag switching and also intra sentential switching, it has amount of Situational switching is 27.27% and Metaphorical switching is 72, 72 %. (2) there are functions of code switching, namely topic switch, transfer the necessary knowledge for the students for clarity, following the instruction in target language, make partner easier understand what they want to say, code switching is a strategy to transfer the intended meaning, as conversational strategy in bilingual class, create special effect and ability of someone to express their feeling, for joke, to make nice atmosphere in class, to mark emphasis, and quote someone. (3) There are reason the teacher and students apply code switching, namely class policy use English as subject matter, for express secret, angrily and bore, and last for qualified massage.
The researchers suggest for the other researchers who will do such research dealing with the phenomenon of code switching, it is suggested that good comprehension toward the work should be achieved through close and intensive reading so they can do further research from the other point of view. Besides, there must be an effort to find other references that have relation to the study. The writer’s suggestion is also for international student in international school based that they can do code switching at the beginning of their exercises. They do not be afraid of speaking English, because by switch codes encourage them to speak actively in bilingual class.
Key words: bilingual class, codeswitching, Speaking
(*) Lecturer of Sultan Ageng Tirtayasa University
Langganan:
Postingan (Atom)